cw// contains kissing, slightly đ, read on your own risk
Tahun demi tahun berlalu dan Isaac tidak menyangka akan kembali ke tempat kelahirannya bersama seseorang di sisinya. Kota ini banyak sekali berubah di beberapa sudutnya. Isaac tidak bisa menemukan kedai makanan kesukaannya di seberang gereja, jalanan yang tetap ramai meski hari telah beranjak malam, juga hingar-bingar perkotaan yang membuatnya merasa asing meski pernah menghabiskan sebagian waktu hidupnya di sana.
Keduanya kini duduk di sebuah restoran Meksiko di pinggir jalan ganda, di suatu tempat di wilayah utara Madrid. Saat itu hari telah beranjak semakin malam. Ruangan itu, yang dilapisi ubin terakota dan bercat putih, tampak seperti telah direnovasi dengan tergesa-gesa.
Mereka menghabiskan makan malam dalam diam. Aubrey seperti paham bahwa pertemuan sosok di depannya dengan sang ibu memiliki after-effect yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Dan Isaac berterima kasih untuk yang satu ini karena ia juga tidak tahu harus bicara apa.
Keduanya kembali menelusuri jalan yang akan membawa mereka menuju rumah Isaac. Sang ayah dan kakak memilih menginap di rumah sakit sehingga hanya keduanya yang akan menempati bangunan yang tak kalah besar dari mansion milik keluarga besar Aubrey.
Mobil Porsche milik yang lebih tinggi berhenti di depan sebuah bangunan yang Aubrey tebak adalah sekolah dasar yang dulu menjadi tempat Isaac menimba ilmu. Bangunan itu sepi namun beberapa lampu di halamannya menyala terang. Isaac hanya memperhatikan dalam diam dan Aubrey tahu bahwa lelaki itu sedang mengenang masa kecilnya di sana.
âI used to play the slide and see saws there, with Aaraviâ
âAaravi..?â beo Aubrey kebingungan.
Isaac menoleh dan tersenyum kecil, âLouis Aaravi Madrid, my identical twin brotherâ
Aubrey mengatupkan bibirnya dan mengangguk. Isaac lalu kembali melajukan mobilnya dan menjauhi area sekolah lamanya itu. Namun ia menurunkan laju kendaraannya saat matanya menangkap seorang nenek yang sepertinya baru saja selesai membuang sampah di depan pagar rumahnya. Mereka kini sudah sampai di lingkungan tempat tinggal Isaac.
Mobil mewah itu kembali berhenti dan Isaac turun untuk menghampiri sosok yang terlihat sudah berumur lebih dari setengah abad itu. Aubrey bisa melihat bahwa sang nenek awalnya tampak kebingungan namun beberapa saat setelahnya tersenyum senang hingga matanya berbinar ketika akhirnya mengenali Isaac. Ia tebak bahwa wanita itu adalah salah satu tetangga yang dekat dengan yang lebih tinggi. Wajah Isaac ditangkup pelan dengan tangannya yang penuh dengan kerutan dan senyum haru menghiasi wajah keduanya. Pemandangan yang membuat Aubrey terenyuh. Oh, ia jadi teringat dengan sang eyang.
Mereka tampak bertukar beberapa patah kata sebelum Isaac masuk ke dalam mobil dan melambai pelan pada wanita itu. Aubrey ikut menganggukkan kepalanya dan tersenyum saat tatapan keduanya bertemu melalui jendela di samping yang lebih tinggi. Sosok itu memiliki pancaran senyum hangat meski kerutan tampak di kedua sudut matanya.
Keduanya memasuki rumah Isaac yang amat sangat sepi dan sunyi. Yang lebih tinggi bercerita bahwa para pekerja di rumahnya akan menempati paviliun di area sayap barat mansion ini saat hari beranjak malam dan tidak diperkenankan untuk memasuki bangunan utama juga sayap timur. Aubrey bisa melihat banyak sekali bingkai foto yang disusun berjajar saat semakin masuk ke dalam mansion itu. Ada satu foto yang menarik perhatiannya. Dua orang anak laki-laki yang saling merangkul dan tersenyum lebar ke arah kamera. Paras keduanya sama, begitu mirip bahkan hingga lengkungan senyum keduanya. Yang membedakan hanyalah salah satu di antara mereka memakai kacamata sementara yang satu tidak. Dan Aubrey bisa tahu kalau Isaac adalah anak yang tidak memakai kacamata karena sebuah tulisan di sudut kanan bawah foto âAaravi got his first glasses today!â
Aubrey lalu terkesiap saat sepasang lengan melingkari pinggangnya dari belakang. Isaac ikut memperhatikan bingkai foto di tangannya.
âI miss himâ lirih Isaac yang terdengar tepat di telinganya. Aubrey mengangkat sebelah tangannya dan mengelus kepala Isaac pelan.
âHeâs in the safest place now. With my Eyang, alsoâ
Isaac semakin mengeratkan pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Aubrey.
Malam semakin larut saat Aubrey keluar dari kamar tamu dengan setelan piyama milik Isaac. Ia melangkah menuju ruang tengah dan melihat yang lebih tinggi sedang sibuk dengan turntable di atas meja.
âWhat are you doing?â tanya Aubrey penasaran.
Alunan musik klasik yang sangat familiar mengalun dan terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Swan Lake by Tchaikovsky. Lagu yang biasa ia dengar di pertunjukan balet adik sepupunya.
âWould you take my hand, Aubrey?â
Isaac membungkukkan badannya dengan sebelah tangan yang terlipat di belakang punggungnya sementara yang lain terjulur ke arah Aubrey. Gestur khas seorang pangeran yang ingin mengajak pasangannya untuk berdansa bersama.
Aubrey tertawa dan menggelengkan kepalanya pelan. Isaac and his 1001 unique ideas never failed him. Meski begitu, Aubrey ikut mengulurkan sebelah tangannya sementara pinggangnya digenggam oleh yang lebih tinggi. Isaac juga membiarkan kedua telapak kaki Aubrey menginjak punggung kakinya karena ia yang akan memimpin acara dansa mereka malam ini.
Kedua tangan Aubrey mengalung dengan sempurna di sekeliling leher Isaac. Yang lebih tinggi menggenggam erat pinggang lawannya dan terkadang menariknya mendekat untuk membubuhkan kecupan pelan di ujung hidung atau kening Aubrey.
âThis mole under your eyes is so prettyâ puji Isaac yang ternyata sibuk memperhatikan wajah Aubrey sedari tadi. Yang dipuji mendengus malu dan memalingkan wajahnya.
âYang cantik âmoleâ nya aja?â
Isaac terkekeh dan menarik dagu Aubrey agar lelaki itu kembali menatapnya, âNo. Every single things about you is prettyâ
Aubrey merasakan hatinya begitu penuh sehingga ia perlu menggigit bagian dalam pipinya agar tidak tersenyum terlalu lebar. Takut kalau yang lebih tinggi semakin besar kepala karena selalu berhasil mengeluarkan kalimat-kalimat manis untuknya. Ia sandarkan kepalanya pada bahu Isaac dan tersenyum saat aroma khas lelaki itu memenuhi indera penciumannya.
Aubrey memejamkan matanya sementara Isaac masih sibuk menggerakkan tubuh keduanya mengikuti alunan lagu dalam tempo pelan.
âBey, kemarin jadinya gimana sama keluarga kamu? Is everything settled now?â
Aubrey bisa mendengar sarat kekhawatiran dari yang lebih tinggi. Apalagi lelaki itu benar-benar langsung terbang ke Berlin setelah membaca âbukuâ miliknya.
âIya, udah aman kok. Aku udah ngomong sama mereka and they agreed to wait for me until I turned 25. And Iâm gonna take my times to think about it againâ
Isaac mengangguk dan menghembuskan napas lega. Setidaknya sudah tidak ada beban berat lagi di pundak Aubrey.
âBey,â
âHm?â
âDid everything I poured in my album successfully found its way to you?â
Aubrey mengangkat kepalanya perlahan dan menatap Isaac tepat di kedua matanya yang selalu memancar lembut tiap tatapan keduanya bersinggungan.
âWhich one?â
Isaac terkekeh, âEvery song in the album is about youâ
Oh, apa yang dikatakan orang-orang ternyata benar adanya. Aubrey pun tahu, sebenarnya. Tetapi ia hanya takut kecewa bila ekspektasinya tidak sesuai dengan realita.
âJust kidding, I know all of them were about meâ
âI bet for the âWhite Swanâ you knew itâs about you right after the song startedâ
Aubrey terkekeh geli, âGimana nggak tau? Kamu nyeritain apa hobiku, makanan kesukaanku, tempat favoritku and basically my biography for 5 fucking minutes!â
Kini Isaac tertawa pelan. Netranya memandang Aubrey yang merengut namun juga tertawa setelahnya. Terkadang Isaac bertanya pada dirinya sendiri, bagaimana hidupnya saat ini bila bukan Aubrey lah yang menjadi pasangan duetnya beberapa bulan yang lalu.
âAubrey,â
âYa?â
âHonestly, I donât know how to said it out loud to you. All the feelings I had for you, I mean. Tapi setiap aku ketemu sama kamu, I canât stop my self to keep praising you, just like what I did previously. Your pretty moles, your tender touch, your fluffy hair, your plumpy lips, all about you felt like a dream to me. Aubrey, apapun yang selama ini aku punya buat kamu, I already poured all of it into my songs, yet I canât stop bambling it out to you everytime we met. Your existence was something Iâm grateful of and I canât imagine how am I today If it wasnât you who sang âWhat Happens to Chatty Peopleâ with me. Aku mungkin nggak akan pernah mau mencoba berdamai sama masa laluku and slowly healed from my painâ
âI know, Owi. I knowâ
âAbey,â
âYes, Owi? Is there still anything left you wanna say to me?â
âI love youâ
Dunia rasanya berhenti begitu saja dan Aubrey ingin tetap berada pada momen itu dalam waktu yang lama. Benda-benda di sekeliling mereka tampak memburam dan hanya Isaac yang tampak begitu nyata di hadapannya. Aubrey belum sempat mengutarakan apapun tetapi satu kalimat sederhana dari yang lebih tinggi berhasil meluluh-lantakkan dirinya.
âI havenât said my part yetâ jawab Aubrey setelah sekian lama terdiam dan berhasil mengundang tawa dari yang lebih tinggi.
âI love you too, Owi. Iâm gonna start with that, just so you know how loved you are, at least by me. Owi, you probably didnât know how thankful I am for your existence too for these past few months. Kamu berhasil bikin aku percaya lagi kalau punya sosok yang bisa aku sayang sepenuh hati bukan hal yang menakutkan lagi. âlukaâ dan âsakitâ ku ada banyak banget, tapi kamu milih buat tetep di sampingku. I expect you to leave, but youâre getting closer to my radar. Thank you, Owi. Feel like I canât thank you enough for everything you did to me, be it the smallest or even the biggest. Aku masih banyak kurangnya, tapi makasih udah sayang sama aku sebegini besarnyaâ
Isaac mengecup pelan dahi Aubrey saat lelaki manis dalam rengkuhannya itu sudah berhenti berbicara. Lalu ia menjauhkan wajahnya dan menatap Aubrey lamat-lamat.
âAre we boyfriends now?â tanya yang lebih tinggi hendak memastikan, mengundang dengusan malu dari yang lain.
âYes, my brightest star. Iâm all yours, nowâ
Wajah keduanya begitu dekat hingga hembusan napas mereka saling beradu. Aubrey melirik bibir dan kedua mata Isaac bergantian dengan netra sayunya yang semakin menawan di mata yang lebih tinggi.
âDonât ever try to tempt me, Abeyâ
Aubrey menyeringai dan semakin mendekatkan wajahnya, tidak mau kalah.
âIâm not. Lagipula, just do whatever it is if you want toâ
Setelah kalimat berbahaya itu terucap, maka Isaac langsung menurutinya. Ia pagut bibir merah muda yang begitu ia rindukan. Pun dengan Aubrey yang sedikit berjinjit dan balas memagut milik yang lebih tinggi. Keduanya tidak ada yang mau mengalah, sama-sama ingin menaklukan satu sama lain lewat peraduan itu.
Alunan musik masih mengalun dan menjadi pelengkap aksi keduanya malam itu. Hembusan angin dari jendela yang belum tertutup sepenuhnya, cahaya lampu yang membias pada masing-masing wajah keduanya, juga suara kecipak lidah dan saliva yang turut terdengar hingga seisi ruangan.
Keduanya beberapa kali memiringkan kepala, mencari posisi yang tepat dan nyaman. Isaac mulai bergerak dan kini menjatuhkan tubuh keduanya pada sofa bed yang ada di sana. Mengungkung tubuh Aubrey di bawahnya, berganti meninggalkan beberapa kecupan dan tanda di area leher dan tulang selangkanya.
Oh, this night is gonna be a âlongâ one for them.